banner 728x250

Inilah Kisah Syeikh Arsyad Thawil Al Bantani Al Jawi (1851 – 1934) Di Manado

banner 120x600
banner 468x60

Globalnewsnusantara.co.id

Nama Lengkap Syeikh. Mas Mohammad Arsyad Thawil Al Bantani Al Jawi (1851 – 1934)

banner 325x300

Di Tengah Kota Manado, tepatnya jalan diponegoro, kelurahan Mahakeret Timur Kecamatan Wenang, terdapat pekuburan tua yang disebut Kubur Borgo. Kubur Borgo ini terbagi dua, yakni pekuburan Muslim dan Kristen.

Makan KH Arsyad Thawil yang adalah pejuang asal Provensi Banten berada dipekuburan Borgo Muslim, beliau wafat pada tahun 1934 dalam umur 98 tahun atau bertepatan 14 Zulhijah 1353 Hijriyah di Manado Sulawesi Utara. Makam KH Arsyad Thawil yang adalah pejuang asal Provensi Banten ini berada di ketinggian dua meter dari permukaan tanah, bersebelahan dengan makam istrinya yang bernama Tarhimah Magdalena Runtu Seorang Wanita sebutan Keke Asal Minahasa.

Pada awal Kemerdekaan NKRI di bulan Desember Presiden Republik Indonesia sang proklamator Ir Soekarno perna berpidato dihadapan rakyatnya, tepat di Alun – Alun Kota Serang Banten yang saat ini menjadi Provensi Banten. Presiden RI Soekarno Sebutkan. ” Wahai Putra Putri Banten, Tahukah Kalian Bahwa Di Banten Perna Ada Seorang Pejuang Yang Gaga Perkasa Seorang Ulama Besar Asal Banten, Beliau Adalah Seorang Pahlawan Besar Siapa Dia?” Dia adalah KH Arsyad Thawil yang adalah pejuang asal Provensi Banten, Ungkap Presiden Ir Soekarno dihadapan Rakyat tepat di Alun – Alun Kota Serang Banten.

Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI), para pendiri Negara sudah menyadari bahwa keberadaan masyarakat yang mejemuk merupakan salah satu kekuatan dan kekayaan bangsa Indonesia yang harus diakui, diterimah dan dihormati.

Namun disadari juga ketidak mampuan untuk mengelolah kemajemukan dan ketidak siapan sebagian warga masyarakat dalam meterjemakan arti dari kemajemukan serta pengaruh berkelanjutan dari politik infiltrasi asing yang selalu merongrong kehidupan bernegara kita sangatlah berpegaruh dalam menata kehidupan majemuk di negeri NKRI ini.

Di Erah Modernisasi Masyarakat kita cendrung mereduksi dan mengabaikan makna kebhinekaan “Bhineka Tunggal Ika” yang harusnya hal itu bukan saja menjadi ikon hidup tapi harus menjadi sandaran dan tindakan keseharian dalam bertindak dan teraplikasi dalam kehidupan sosial bermasyarakat, kebhinekaan harus menjadi pondasi yang berawal dari toleransi dan kerukunan antara Umat, kerukunan antara Masyarakat dan kerukunan antar golongan.

Perbedaan Pendapat, perbedaan beri”tikaf dan perbedaan dalam cara pandang adalah ciri khas alami dan kodrati serta rahmat yang dianugrahkan pada kita sebangai makhluk ciptaan, sehingga hal itu bukanlah menjadi halangan dalam membina hubungan kekerabatan dan hubungan kemanusian.

Kebhinekaan yang digagas oleh “The Founding Fathers” parah tokoh pendiri Bangsa adalah gagasan brilian yang mewakili suku, Etnis, Agama, warna Kulit, bahasa daerah, dan wilayah yang mencakup seluruh nusantara dari sabang sampai merauke, merupakan rahmat dan anugrah dari Allah SWT yang disematkan dalam pikiran parah Tokoh Bangsa waktu itu sehingga melahirkan “Bhinekah Tunggal Ika” berbeda beda tapi tetap satu dalam bingkai Negara Kesatuan Repbulik Indonesia (NKRI).

KH Arsyad Thawil atau bernama lengkap KH Syekh Mas Mohammad Thawil biasa disebut dengan Panggilan akrab Syekh Arsyad. Dalam Pengasingannya didesa Tonsea ( Airmadidi) dan setelah itu dipindahkan ke Kota Manado menjalankan misi perjuangan dan Da”wahnya senantiasa selalu mengedepankan hubungan trans sosial dengan penduduk setempat, beliau melayani keluhan bahkan menyelesaikan masalah yang terjadi ditempat pembuangannya.

Pemikiran – Pemikiran Syekh Arsyad, Tingkah laku dan cara pandangnya terhadap komdisi multikultural sangatlah diterima dikalangan petinggi adat dan petinggi Agama Kristen dimana dia tinggal bahkan beliau sangat dipercaya. hal ini terlihat jelas sewaktu beliau diijinkan melamar dan mengawinkan salah satu warga kampung Tonsea Yaitu seorang Wanita Janda Magdalena Runtu (Keturunan Dotu Runtu) tahun 1890 yang merupakan keluarga terpandang didesa itu.

Pendekatan Kebhinekaan yang ditampilkan oleh Syekh Arsyad serta sikap dan pembawaan beliau yang pluralistik sehingga terjalinlah hubungan trans literasi yang seimbang antara penduduk lokal dan pendatang. Dan Hal ini dibuktikan dengan berdirinya salah satu Masjid tertua didesa kayu besi di Minahasa Utara Yaitu Masjid Diponegoro yang letaknya bersebelahan dengan sekolah Teologia Klabat, ini juga bagian dari sekian banyak pembuktian otentik bahwa pada jamanya itu telah asimilasi trans sosial, trans kultural dan trans Agama didaerah itu.

Kipral Da’Wah yang dibawah Oleh KH Syekh Arsyad Tawil Pejuang asal Banten tidak hanya terfokus pada umat islam tapi beliau juga melakukan pendekatan Futuristic dengan Kelompok, suku atau petinggi agama lain khususnya dari suku Minahasa, Sangihe, Gorontalo, Borgo, bahkan dari ras China Tionghoa sehingga lahir ide dan gagasan beliau untuk membentuk organisasi semacam Koperasi yang bergerak dibidang perdagangan yang kepegurusan dan anggotanya terdapat beragam suku, ras dan agama.

Jejak Sejarah melalui beberapa tulisan mencatan seorang Kapiten Tionghoa di Manado, Tjin Bie terkesan dengan kepribadian dari KH Arsyad Thawil dan akhirnya bersahabat dengan Kapiten Tionghoa Tjin Bie.

Tokoh Tionghoa Sukses dijamanya itu kemudian mengajak Syekh KH Arsyad Thawil untuk pindah dari Airmadidi ke Kota Manado Masa penahanan di Kota Manado dimanfaatkanya dengan mengajar dan melakukan bimbingan pada Jamaah dan Masyarakat disekitarnya.

Melalui Besluit 15 Juli 1912, beliau dilantik menjadi Hoofd penghulu Landraad Manado bersama Tuan Tjukur Tawijoyo.

Disamping kegiatan yang bersifat keagamaan seperti Dakwah, pendidikan islam dan pembangunan rumah rumah ibadah, beliau juga berkepedulian terhadap urusan urusan sosial kemasyarakat lainnya dengan mendirikan Koperasi Syarikat Dagang Islam yang bernama “Soeji Ideep” (Koperasi Hidup), pada tahun 1914 berdiri, beliau atau Syekh KH Arsyad Thawil dipercaya sebangai Ketua. Pada Tanggal 20 Februari 1916 beliau mendirikan organisasi “Damai Sentosa”.

Ini adalah sedikit beberapa kilasan dari beberapa sumber sejarah dari seorang Pejuang yang diasingkan… tapi jejak faktual tentang sepak terjang dan dedikasi beliau sampai hari ini masih kokok dan bisa kita saksikan serta telusuri dibeberapa tempat yang perna beliau tinggal dan tempati…. keturunan langsung dari beliau masih hidup dan tinggal di Manado keluarga dari Istri Syekh KH Arsyad Thawil yakni istri ibu Magdalena Runtu sampai saat ini masih bisa merasakan pengaruh yang ditinggalkan oleh Syekh KH Arsyad Thawil bernama lengkap Syeikh Mas Mohammad Arsyad Thawil Al Bantani Al Jawi.

(Sumber Keluarga Thawil Komo Luar Manado) Penulis Zulkifli Abidjulu dan Haji Alwi

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *