Penulis Rijali Suratinojo
Alumni Universitas Trisakti
Manado – GlobalNewsNusantara.Co.iD Aparatur Sipil Negara atau yang dikenal dengan istilah ASN adalah profesi yang dikenal terdiri atas pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah sebagai abdi masyarakat dan abdi negara.
Adapun Peran Aparatur Sipil Negara (ASN) Pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang berbunyi: “Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.”
Pada Pasal 4 ayat (15) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil larangan ASN yaitu memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara: terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Dalam rangka menciptakan ASN yang profesional sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, maka pemerintah menekankan bagi ASN harus mengedepankan asas netralitas yakni dengan tidak memihak kepada kepentingan suatu golongan maupun pada kelompok politik manapun.
Sehingga ASN benar-benar netral dan bebas dari segala pengaruh kepentingan dan intervensi politik.
Netralitas ASN merupakan salah satu isu persoalan yang menarik dan menjadi sorotan dalam setiap perhelatan pemilihan umum. Sehingga isu netralitas ASN dalam pemilu mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat. Pada dasarnya, dalam setiap penyelenggaraan pemilu, ASN sebagai abdi negara dan abdi masyarakat diharapkan dapat netral.
Dengan demikian, sesuai dengan kedudukannya ASN yang diharapkan sesuai dengan aturan yang profesional serta bertanggung jawab dan perannya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat benar-benar sesuai dengan aturan yang berlaku.
Berbicara mengenai netralitas birokrasi tak bisa dilepaskan dari pemikiran Max Weber yang berpandangan mengenai konsep birokrasi dalam tiga indikator, yaitu (1) Birokrasi dilihat sebagai instrumen teknis. (2) Birokrasi dilihat sebagai kekuatan tersendiri dalam masyarakat umum yang lebih bersikap dalam melaksanakan fungsinya sebagai instrumen teknis. (3) Birokrasi memiliki perilaku yang kecenderungan dalam mengutamakan kepentingan pribadi dari pada kepentingan masyarakat umum.
Dari indikator kedua dan ketiga tersebut, max webber sudah memperhitungkan bahwa birokrasi tidak mungkin bisa terpisahkan dari kegiatan politik. Dari pandangan tersebut, Weber menekankan pentingnya bahwa birokrasi pemerintah sebaiknya netral dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.
Pada umumnya motif yang dilakukan ASN dikarenakan semata-mata untuk memudahkan kariernya di kemudian hari yang banyak terjadi yakni lebi mementingkan pribadi serta jabatan disertai janji politik yang pada akhirnya melanggar aturan yang berlaku.
Terdapat faktor penghambat dalam netralitas ASN dalam setiap perhelatan, yakni pola pikir ASN yang belum terbentuk dengan mencari peruntungan dalam artian adalah motif jabatan. Selain itu, ketidaknetralan ASN disebabkan oleh adanya hubungan kekerabatan antara ASN dengan calon Peserta Pemilu.
Dengan adanya keberpihakan ASN dalam politik, sekali lagi menujukkan bahwa hubungan politik dan birokrasi sulit dipisahkan karena saling melengkapi satu sama lain. ASN yang sejatinya melayani masyarakat telah menyalahgunakan wewenangnya dengan terlibat dalam politik dan mengabdi pada kekuasaan.
Sesungguhnya dalam demokrasi pemilihan umum, ASN yang memiliki hak pilih seharusnya netral dengan tidak terlibat atau berpihak kepada salah satu calon peserta pemilu. Disisi lain, sejatinya ASN harus fokus memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Ada beberapa yang bisa dilakukan untuk menjaga netralitas ASN dalam setiap pemilu yang akan dilaksanakan, yaitu : 1. Memberikan sanksi yang tegas kepada Aparatur Sipil Negara yang tidak netral agar mampu memberikan mendapat efek jera. Selain itu, Bawaslu diberi ruang lebih dalam pengawasan yakni tidak hanya pada saat masa kampanye pemilu, melainkan sebelum masa kampanye.
Kedua (2) Rekomendasi pemberian sanksi dari Komisi Aparatur Sipil Negara, harus dijalankan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, perlu disusun tata cara penjatuhan sanksi dalam Pasal 33 UU No. 5/2014 dan sebaiknya perlu diatur juga dalam regulasi UU No. 5 Tahun 2014 yakni memberi ruang dan kewenangan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara untuk memberi hukuman langsung kepada ASN yang melanggar netralitas dalam hal Pemilu, bukan hanya merekomendasikan saja. Sehingga sanksi dapat berjalan dengan baik.
Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan hal yang perlu terus dijaga dan diawasi agar Pemilu bisa diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil guna menghasilkan pemerintahan negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.(Zulkifli Abidjulu)